Senin, 21 Februari 2011

RenvoiLand (part 1)

Madamoiselle, saya taruh sarapan pagi anda disini. Saya permisi dulu,” kata pelayan itu sambil membungkukkan badan lalu pergi meninggalkan ruangan itu. Sosok tubuh itu melirik sebentar lalu kembali diam.
Gadis itu duduk terpekur menatap jendela besar di sampingnya. Memandang langit pagi yang cerah. Merasakan sinar hangat meraba kulit putihnya. Dia mengambil kopi creamer dan menyeruputnya. Rasa kopi itu menghilang saat menyentuh lidahnya. Dia tidak bisa merasakannya lagi kelezatan kopi itu. Sama seperti perasaannya. Mati rasa.
Terdengar suara pintu dibuka. Tampak seorang wanita berumur 25-an berbalut gaun putih mendekati gadis itu. Dia menatap gadis itu dengan khawatir. 
 
“ Amanda,” katanya, “dari kemarin kau menatap ke jendela itu. Makanlah sarapanmu setidaknya satu gigitan. Wajahmu terlihat pucat sekali.”
Gadis yang dipanggil Amanda itu tetap diam tak berkutik, memandang ke luar jendela. Wanita itu menatapnya dengan sayu dan mendekap gadis itu dari belakang sambil menangis pelan.
“ Amanda,” isaknya lirih. “Aku tahu kau sangat kehilangan ibumu, mungkin melebihi aku. Tetapi kau tidak perlu melakukan ini. Kematian kakakku sudah membuatku hampir tak bisa bernafas, apalagi melihat sikapmu yang seperti ini membuatku sakit dan tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan hidupmu seperti dulu.”
Amanda melepaskan dekapan wanita itu dengan pelan dan tersenyum sayu padanya. “ Aku tidak tahu, Auntie. Aku tidak tahu apa yang ingin kulakukan. Semua terlihat hambar di mataku. Semua terdengar seperti dengungan tak jelas. Aku tidak bisa tersenyum seperti biasanya. Aku sudah tidak bisa lagi merasakan apa yang harusnya kurasakan.” Gadis itu menghela napas dan melanjutkan, “Entahlah. Aku tidak tahu lagi. Dan aku tidak mau tahu lagi soal kebahagiaan dan keceriaan. Aku menyerah.”
Wanita itu terbelalak kaget. Seketika airmatanya jatuh melebihi yang diinginkannya. Dia mengerjap dan mengusap airmatanya, lalu mengambil sebuah kunci. Dia mengulurkan-nya pada Amanda. Gadis itu mengerjap heran.
“ Bukalah ruangan terkunci itu. Kakak memberikan kunci ini sehari sebelum kematiannya dan menyuruhku untuk memberikannya padamu jika kau tidak bisa tersenyum lagi. Aku pernah mencoba membuka ruangan itu, tapi pintunya tak bisa dibuka. Mungkin hanya kau yang bisa melakukannya, Amanda,” ujarnya serak sambil menaruh kunci itu di tangan Amanda. “ Kuharap kau menemukan hidupmu lagi disana,” ucapnya sambil menepuk pelan bahu gadis itu dan meninggalkannya sendiri di sana.
Amanda terdiam. Ia mengambil kunci itu dan menggenggamnya erat. Bayangan ibunya hadir di pelupuk matanya. Seketika matanya memanas. Ibunya yang hebat itu telah tiada di dunia ini seminggu yang lalu karena leukimia. Seakan dunia kiamat ketika dokter memberitahu kenyataan pahit yang harus dihadapinya. Ibunya meninggal sebelum mengajarinya tentang hidup dan cinta yang dia alami pada umur 20 tahunnya ini. Bagaimana dia mencari jalannya? Apa yang harus dia lakukan sekarang? Siapa yang harus dia tanyai? Pertanyaan itu tidak akan—mungkin lebih tepatnya tidak pernah lagi terjawab.
Gadis itu menghela napas panjang. Dia pun beranjak dari tempatnya menuju ruangan musik, dimana tempat terkunci itu berada.
Sesampainya disana, Amanda melihat ruangan itu dengan seksama. Hampir sebulan dia tak pernah memainkan musik semenjak ibunya dirawat di rumah sakit. Lagi-lagi kenangan ibunya muncul. Harum ruangan ini sama seperti wangi ibunya. Penuh melodi warna yang merdu memikat hati dan menenangkan jiwa.
Gadis itu menuju pintu kecil di pojok sebelah kanan piano ruangan itu dan memasukkan kuncinya. Dia agak kesusahan sedikit membuka pintu tua antik berhias sulur-suluran dan naga itu karena terlalu lama tidak pernah digunakannya pintu tersebut.
Beberapa saat kemudian, dengan susah payah dia membuka pintu tua itu. Decitnya membuat kuduknya berdiri. Mungkin besok kuminta kepala pelayan untuk membenarkan pintu ini, desisnya dalam hati.
Ruangan itu benar-benar kotor dan berdebu. Tapi tidak ada apapun disana kecuali sebuah benda besar terbungkus kain putih yang kumal. Kelihatannya benda besar itu adalah sebuah piano. Ragu-ragu, Amanda menyingkap kain putih itu.
Piano. Benda yang diselimuti kain putih kumal itu adalah sebuah piano tua. Piano tua itu cantik dan unik. Dihiasi dengan sulur-suluran emas dan dilapisi dengan warna perak bercampur hitam, menjadikannya tidak biasa.
Naluri bermusiknya timbul. Dengan sigap dia menekan tuts-tuts piano tua tersebut. Masih bagus, pujinya dalam hati. Dia memainkan tuts-tuts itu dengan sempurna. Jari lentiknya menari dengan sempurna. Dia menghayati permainannya, tenggelam dalam kemerduan dentingan piano yang mengingatkan akan ibunya tercinta....

***
Amanda membuka matanya yang masih mengantuk. Entah berapa jam dia memainkan piano tua itu hingga tertidur di atasnya. Mungkin hari sudah sore saat ini.
Saat Amanda benar-benar membuka matanya, dia terbelalak kaget. Berkali-kali mengerjap berharap yang dilihatnya adalah salah. Tapi tetap saja matanya menampilkan pemandangan yang sama. Dan dia sadar, dia sudah tidak berada di ruangan terkunci itu.
Pemandangan yang dilihatnya sangat cantik. Seperti di negeri dongeng. Harum rumput segar yang khas, langit berwarna ungu-merah muda, gemericik air bening mengalir, bunga lonceng yang berwarna ungu, menyebar banyak sekali. Aneh, tapi indah.
Amanda kebingungan. Dia tidak mengenal tempat ini. Dimana ini? Bagaimana cara dia kembali ke rumahnya? Setetes airmata keluar, jatuh tepat di atas piano tua itu. Tetes airmata pertama setelah seminggu kematian ibunya.
Muncul keanehan dengan piano itu. Piano itu bersinar. Sinar itu membentuk sesosok tubuh, lalu menjelma menjadi seseorang. Perempuan berkulit pucat bulan dan berambut panjang lurus perak keemasan menutupi wajahnya, menatapnya dengan senyum. Tiba-tiba angin bertiup kencang, mengikis sosok itu dan menghilang secara ajaib.
Amanda menggosok matanya berkali-kali. Pikirannya semakin kacau dan tubuhnya mulai menggigil ketakutan. Dia tak bisa mengendalikan semuanya lagi dan terjatuh pingsan di samping piano tua itu.

***
Ibu.... ibu... jangan tinggalkan aku sendirian. Jangan tinggalkan aku....—

Amanda terbangun—lebih tepatnya terlompat dengan napas tersengal-sengal. Mimpi tadi benar-benar buruk. Lagi-lagi tentang ibunya.
“ Sudah bangun rupanya,” suara berat khas cowok membuatnya menoleh ke asal suara itu. Cowok itu mengenakan baju seperti seorang pangeran yang sering ada di dongeng. Amanda menatapnya aneh.
“ Apa-apaan pandanganmu itu?! Jangan menatapku seperti itu!” kesalnya sambil membawa nampan berisi cangkir, roti dan cawan yang entah isinya apa. “ Untung aku mau menolongmu, kalau tidak bisa-bisa tubuhmu diambil oleh penunggu Hutan Ungu,” lanjutnya bersungut-sungut. Dia memberikan nampan itu pada Amanda dengan kasar. Amanda memandangnya dengan tidak suka.
“ Apa itu sikap yang pantas, Earl?” Suara lembut itu mengejutkan mereka. Amanda terpana melihat sosok sumber suara lembut itu. Seorang wanita yang terlihat berumur sama dengan tantenya muncul mendekatinya dengan tersenyum.
Wanita itu cantik sekali. Kulitnya pucat bulan, rambut ikalnya yang panjang berwarna cokelat keemasan serasi dengan matanya yang berwarna biru laut jernih yang membawa ketenangan bagi yang memandangnya. Gaun emasnya membalut tubuhnya yang semampai dan mahkota dari rangkaian bunga di kepalanya, membuatnya semakin cantik.
“ Maafkan dia, nona. Biar aku yang akan merawatmu. Maklum, dia masih berumur 20 tahun dan labil,” kata wanita itu sembari duduk di sebelah Amanda. Amanda mengangguk. Oh, ternyata seumuran denganku, ujar Amanda dalam hati sambil memandang laki-laki itu.
“ Sepertinya kondisimu sudah membaik daripada tadi. Saat Earl membawamu, badanmu dingin dan wajahmu pucat. Beberapa kali kau mengumamkan kata ibu dengan suara bergetar. Untung saja ramuan mawar itu ampuh dan membuatmu stabil,” kata wanita itu memandangnya dengan ramah. “Tapi bukan berarti kau sekarang pulih seratus persen. Kau harus makan dan tetap meminum ramuannya.”
Amanda mengangguk lagi. Dia mulai memakan roti dan meminum air yang berada di nampan itu. Amanda merasa lapar karena sudah tiga hari tidak mengisi perutnya. Setelah menghabiskannya, Amanda berterimakasih pada wanita itu. Wanita itu mengangguk pelan.
Amanda melirik kedua orang itu bergantian sambil memilin-milin jarinya. “Maaf, sebenarnya saya sekarang ada dimana?” tanyanya kepada kedua orang itu dengan ragu-ragu.
Wanita itu tersenyum. “ Sekarang kau berada di Renvoiland. Tempat kembalinya kesadaran. Renvoiland hanya bisa dikunjungi oleh orang-orang yang membutuhkan kesadaran kembali. Mereka bisa pulang ke tempat asalnya setelah melaksanakan tugas dari Tree of Wisdom, penyokong Renvoiland,” jawabnya, “jika mereka gagal, mereka tidak akan bisa pulang dan harus menunggu tugas selanjutnya. Tapi...”
“ Tapi mungkin kau tidak bisa pulang ke dunia sana karena Tree of Wisdom sudah hilang kekuatannya,” sela cowok menyebalkan itu. Amanda terkejut atas penjelasan mereka.
“ Lalu bagaimana caranya mengembalikan kekuatan Tree of Wisdom?” tanya Amanda.
Cowok itu tertawa meremehkannya “ Aku tidak yakin kau serius akan hal itu,” ejek cowok menyebalkan itu di sela tawanya. Wanita berambut cokelat itu memandangnya tajam, lalu menatap Amanda sembari menerawang jauh.
“ Ada legenda yang mengatakan, Renvoiland akan mengalami masa sulit setelah menolong seorang perempuan ajaib dan akan pulih sediakala setelah ditolong gadis yang memiliki kekuatan ajaib. Mereka berdua adalah satu darah dan masuk ke dunia ini sama jalan. Tanda dia akan datang: saat lahirnya anak kembar Nyx dan Hemera yang memiliki masing-masing kekuatan Selene-Helios; kematian Ratu Perak; hilangnya Golden dan Silver of Wisdom. Dikatakan juga, gadis penolong itu datang dengan jalannya sendiri dan menyelamatkan negeri ini bersama kembarannya dengan cara mereka sendiri,” cerita wanita itu dengan sedih. Amanda terdiam mendengarnya. Cowok menyebalkan itu juga diam mendengarkan, tidak seperti tadi. Hening tercipta.
“ Ah, aku masih harus mencari beberapa bahan untuk ramuan obat. Aku tinggal dulu,” suara wanita itu membuyarkan keheningan. “ Jaga dia dan jangan macam-macam, Earl. Dan... siapa namamu?”
“ Amanda. Panggil saja aku Amanda.”
“ Amanda, kau tetap saja disini bersama Earl. Tanyakan saja padanya apa yang ingin kau tanyakan. Namaku Eusebia, panggil saja Madame Chātain,” kata wanita itu sebelum beranjak pergi meninggalkan mereka berdua.
Keheningan tercipta setelah wanita itu pergi. Amanda berkali-kali melirik cowok yang dipanggil Earl itu. Dia bingung mau berkata apa untuk mencairkan keheningan.
“ Jadi namamu Amanda?” tanyanya membuyarkan kebingungan Amanda.
“ Ya. Amanda Luminaire Lune Flèche, lengkapnya. Tapi ibuku dan adik perempuan ibuku memanggilku Amanda,” jelas Amanda, “dan namamu Earl?”
Earl menggeleng pelan. “ Earl adalah gelar kebangsawanan. Sebenarnya namaku Arc Lumiere Lyre. Tapi mereka lebih suka memanggilku Earl karena lebih terhormat. Katanya sih pengucapan Earl hampir mirip dengan Arc, walau menurutku sangat berbeda.”
Amanda tertawa pelan. “ Menurutku juga. Tapi artinya mereka menyayangi dan menghormatimu, kan?”
Earl tersenyum samar mendengar pendapat Amanda. Suasana hening kembali.
“ Emm...” Amanda mengigit bibirnya, ragu-ragu. “ Apa yang terjadi pada Renvoiland sekarang?” tanyanya menatap Earl.
Ekspresinya berubah terkejut. “ Kenapa kau tanyakan hal itu?”
“ Tidak. Hanya saja, aku merasa ada yang aneh. Maaf jika menyinggungmu.”
Earl diam. Amanda merasa bersalah telah menanyakan hal itu. Sebelum Amanda meminta maaf, Earl telah mendahuluinya berbicara.
“ Setelah kelahiranku, kehidupan mulai berjalan sesuai cerita dalam legenda itu. Ayahku meninggal saat aku berumur 14 tahun. Tiga tahun setelahnya, ibuku wafat. Otomatis tahta kerajaan diturunkan padaku. Tapi ada satu orang yang tidak menyetujuinya. Ftonus Erebus, salah satu panglima perang yang ditakuti di Renvoiland. Dia merasa aku terlalu muda untuk diserahi tugas penuh tanggung jawab itu. Alasan sebenarnya, Erebus menginginkan kedudukan penguasa Renvoiland karena dia merasa pengabdiannya pada raja-raja terdahulu lebih setimpal dibayar dengan kedudukan tertinggi itu. Tentu saja banyak yang menentangnya, termasuk Golden dan Silver of Wisdom, penyokong Tree of Wisdom. Dan hal itu terjadi...” Earl menghela napas panjang, “ Erebus murka dan mengibarkan bendera perang. Dia membunuh para tetua dan semua anggota kerajaan. Tidak hanya itu, ia melancarkan Tiga Mantra Penderitaan yang melegenda, yaitu Demohe, Irka, dan Mososte. Gara-gara itu, penduduk Renvoiland yang sebagian besar mempunyai kekuatan normal akan terpengaruh dan menjadi Dark Elf atau Dark Fairy, hidup tanpa hati.”
“ Mungkin sama seperti zombi jika di duniaku,” potong Amanda.
Earl tertawa dan menanggapinya, “ Begitulah. Boleh kuteruskan ceritanya?”
Amanda mengangguk dan bersiap menyimak cerita Earl.
Earl berdeham pelan. Dia meneruskan ceritanya. “ Golden dan Silver of Wisdom sangat marah saat mengetahui kelakuan Erebus. Mereka berusaha menghentikan Erebus dan mematahkan mantra terkutuk itu, namun mereka tidak mempunyai kekuatan lebih untuk mengatasi dua-duanya. Mereka harus memilih: menghentikan Erebus atau mematahkan mantranya. Dengan berat hati,mereka memilih untuk menghentikan Erebus dengan menyegelnya dalam istananya tanpa bisa memulihkan keadaan Renvoiland. Sebelum mereka pergi, mereka berpesan pada bibiku, Madame Chātain, untuk menjagaku setelah mereka tak bisa melindungiku lagi. Mereka menitipkan pedang dan mahkota, namun mahkota itu direbut Erebus sebelum penyegelannya. Dengan penuh ketakutan, kami hidup berpindah-pindah tempat agar tidak ditemukan Dark Elf dan Dark Fairy. Aku selalu berpikir bagaimana caranya aku bisa menemukan istana Erebus dan menghancurkannya, tapi sampai saat ini aku belum menemukan jawabannya,” ceritanya sedih. Dia menunduk dalam. Mungkin menahan airmatanya agar tak keluar.
Amanda menatapnya iba. Sesaat senyumnya mengembang. Dia menoleh pada Earl. “ Bagaimana jika cari istana Erebus sama-sama? Mungkin aku bisa membantumu,” katanya tetap tersenyum.
Earl memandangnya dengan ragu. “ Kau yakin? Jika kau lakukan itu, kesempatanmu untuk kembali ke dunia manusia semakin tipis karena mungkin saja kau terbunuh dalam pencarian ini,” ujar Earl memperingatkan Amanda.
Dengan senyum mengembang, Amanda berkata, “ Kenapa tidak? Aku merasa dengan membantumu mencari kerajaan Erebus, aku akan menemukan sesuatu yang hilang. Toh, kesempatan kembali ke dunia manusia sangat kecil sejak aku berada di Renvoiland.”
Earl mengerutkan keningnya, lalu menghembuskan napasnya. “ Terserah kau saja lah. Yang penting aku sudah mengingatkanmu.” Amanda menatapnya gembira. “ Tapi kau harus mulai belajar mantra pada Madame Chātain dan bersiap untuk selalu melindungi dirimu sendiri. Karena sekarang, tak ada yang bisa melindungi dirimu kecuali kekuatanmu sendiri,” nasehatnya tajam pada Amanda. Amanda mengangguk menyanggupinya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar